Judul Asli:
10 Kitab Tafsir Membongkar Kebohongan, Makna Awliyaa’ Al-Maidah 51 Bukan Pemimpin. Bacalah!
10 Kitab Tafsir Membongkar Kebohongan, Makna Awliyaa’ Al-Maidah 51 Bukan Pemimpin. Bacalah!
Benarkah QS Al-Ma’idah 51 melarang kita memilih non-muslim sebagai pemimpin?
Ini terjemah QS Al-Ma’idah 51 yang belakangan ini banyak beredar:
“Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi
dan Nasrani menjadi “awliya”-mu; sebagian mereka adalah “awliya” bagi
sebagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi
“awliya”, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka.
Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang
zalim.”
Kata
“awliya” dalam Al-Ma’idah ayat 51 yang dijadikan alasan melarang
mengangkat pemimpin kafir itu layak ditelaah kembali. Terjemahan
Al-Qur’an Kemenag menerjemahkannya sebagai “pemimpin”. Konteks asbabun
nuzul dan bacaan saya terhadap tafsir klasik semisal at-Thabary dan Ibn
Katsir tidak menunjukkan kata “awliya” dalam ayat di atas bermakna
pemimpin, tapi semacam sekutu atau aliansi.
“Para
ulama tafsir berbeda pendapat mengenai penyebab yang melatarbelakangi
turunnya ayat-ayat yang mulia ini. As-Saddi menyebutkan bahwa ayat ini
diturunkan berkenaan dengan dua orang lelaki. Salah seorang dari
keduanya berkata kepada lainnya sesudah Perang Uhud, “Adapun saya,
sesungguhnya saya akan pergi kepada si Yahudi itu, lalu saya berlindung
padanya dan ikut masuk agama Yahudi bersamanya, barangkali ia berguna
bagiku jika terjadi suatu perkara atau suatu hal.” Sedangkan yang
lainnya menyatakan, “Adapun saya, sesungguhnya saya akan pergi kepada si
Fulan yang beragama Nasrani di negeri Syam, lalu saya berlindung
padanya dan ikut masuk Nasrani bersamanya.” Maka Allah Swt. berfirman:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengambil orang-orang
Yahudi dan Nasrani menjadi “awliya” kalian…(Al-Maidah: 51), hingga
beberapa ayat berikutnya.
Demikian penjelasan Ibn Katsir untuk kita lebih memahami konteks ayat di atas.
Ini ayat senada:
QS al-Nisa ayat 144:
“Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengambil orang-orang kafir
menjadi “awliya” dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Inginkah kalian
mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksa kalian)?”
Ayat
144 surat al-Nisa di atas juga melarang kita mengambil orang non-muslim
sebagai “awliya”. Mari kita cek apa penafsiran Ibn Katsir terhadap
makna “awliya” dalam QS al-Ma’idah ayat 51 sama maknanya dengan QS
al-Nisa 144:
Kata Ibn Katsir:
“Allah
melarang hamba-hamba-Nya yang beriman mengambil orang-orang kafir
sebagai “awliya” mereka, bukannya orang-orang mukmin. Yang dimaksud
dengan istilah “awliya” dalam ayat ini ialah berteman akrab dengan
mereka, setia, tulus dan merahasiakan kecintaan serta membuka rahasia
orang-orang mukmin kepada mereka.”
Jadi
Tafsir Ibn Katsir tidak menafsirkan kata “awliya” sebagai pemimpin baik
di QS al-Ma’idah ayat 51 maupun an Nisa ayat 144. Yang dimaksud adalah
berteman dalam arti bersekutu dan beraliansi dengan meninggalkan orang
Islam. Bukan dalam makna larangan berteman sehari-hari. Konteks
al-Ma’idah ayat 51 itu saat muslim kalah dalam perang uhud. Jadi ada
yang tergoda untuk menyeberang dengan bersekutu pada pihak Yahudi dan
Nasrani. Itu yang dilarang.
Ibn Taimiyah mengingatkan kita:
“Sesungguhnya
manusia telah sepakat bahwa akibat (atau efek) sikap zhalim adalah
kebinasaan dan akibat sikap adil adalah kemuliaan. Oleh karena itu
diriwayatkan bahwa Allah akan menolong negara yang adil meski ia kafir
dan tidak akan menolong negara yang zalim, meski ia mukmin.”
Dengan
demikian, spirit Islam adalah keadilan, dan lawannya adalah kezhaliman.
Kalau ada orang yang adil (mampu berbuat adil dan menegakkan keadilan)
ya kita dukung meskipun dia bukan Muslim dan Allah akan menolong orang
yang adil tersebut.
Kalau
ada orang Muslim, yang bersikap zhalim dan melakukan kezhaliman, ya
jangan didukung. Allah tidak akan menolong orang yang zhalim.
Sesederhana
itu sebenarnya, tanpa harus emosi dan punya tendensi kepada isu politik
praktis. Kita ngaji saja apa makna ayat tersebut dan gak usah
ikut-ikutan menjadikan ayat itu seolah-olah sebagai “ayat pilkada”
Apa makna “awliya” di kitab-kitab tafsir lainnya pada QS al-Ma’idah ayat 51:
Tafsir al-Baidhawi
Jangan bergantung kepada mereka dan jangan berakrab-akrab dengan intim.Tafsir fi Zhilalil Qur’an
“Ada baiknya kami jelaskan terlebih dahulu maknayang Allah melarang orang-orang yang beriman melakukan ini antara mereka dengan Yahudi dan Nasrani. Sesungguhnya yang dimaksud dengan kata ini adalah saling menolong dan memberikan loyalitas (kesetiaan) kepada mereka.Tafsir Jalalain
mengikuti dan mencintai merekaTanwir al-Miqbas min Tafsir Ibn Abbas
Menjadikan mereka awliya dalam hal meminta pertolongan dan bantuanTafsir al-Khazin
Allah melarang semua orang beriman mengambil Yahudi dan Nasrani sebagai penolong dan pembantu mereka yang beriman kepada Allah dan RasulNya.Tafsir al-Biqa’i
Artinya mengambil mereka sebagai kawan akrab dengan mengerjakan hal-hal yang biasanya dilakukan oleh sahabat dekat.
Jangan bergantung kepada mereka dan jangan berakrab-akrab dengan intim.Tafsir fi Zhilalil Qur’an
“Ada baiknya kami jelaskan terlebih dahulu maknayang Allah melarang orang-orang yang beriman melakukan ini antara mereka dengan Yahudi dan Nasrani. Sesungguhnya yang dimaksud dengan kata ini adalah saling menolong dan memberikan loyalitas (kesetiaan) kepada mereka.Tafsir Jalalain
mengikuti dan mencintai merekaTanwir al-Miqbas min Tafsir Ibn Abbas
Menjadikan mereka awliya dalam hal meminta pertolongan dan bantuanTafsir al-Khazin
Allah melarang semua orang beriman mengambil Yahudi dan Nasrani sebagai penolong dan pembantu mereka yang beriman kepada Allah dan RasulNya.Tafsir al-Biqa’i
Artinya mengambil mereka sebagai kawan akrab dengan mengerjakan hal-hal yang biasanya dilakukan oleh sahabat dekat.
Mengenai
asbabun nuzul QS al-Ma’idah ayat 51 yang sudah saya cantumkan dari Ibn
Katsir dalam tulisan saya: “bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan
dua orang lelaki. Salah seorang dari keduanya berkata kepada lainnya
sesudah Perang Uhud, “Adapun saya, sesungguhnya saya akan pergi kepada
si Yahudi itu, lalu saya berlindung padanya dan ikut masuk agama Yahudi
bersamanya, barangkali ia berguna bagiku jika terjadi suatu perkara atau
suatu hal.” Sedangkan yang lainnya menyatakan, “Adapun saya,
sesungguhnya saya akan pergi kepada si Fulan yang beragama Nasrani di
negeri Syam, lalu saya berlindung padanya dan ikut masuk Nasrani
bersamanya.”
Nah, riwayat asbabun nuzul ini juga dicantumkan oleh:
Tafsir Muqatil
Tafsir Sayyid Thantawi
Tafsir al-Durr al-Mansyur
Tafsir al-Khazin
Tafsir Sayyid Thantawi
Tafsir al-Durr al-Mansyur
Tafsir al-Khazin
Perlu
diperhatikan bahwa 10 kitab tafsir di atas (plus Ibn Katsir yang sudah
saya kutip sebelumnya) tidak mengartikan kata awliya dalam QS al-Ma’idah
ayat 51 sebagai pemimpin
(pustakaonlinemedia/gerpol)
Sumber : http://www.gerilyapolitik.com/10-kitab-tafsir-membongkar-kebohongan-makna-awliyaa-al-maidah-51-bukan-pemimpin-bacalah/
Labels:
Politics
Thanks for reading 'Makna Awliyaa' Al-Maidah. Please share...!