Siaran Pers:
DPN Rumah Gerakan 98: Sayangkan Pernyataan Titiek Soeharto
JAKARTA
– Pernyataan Anggota DPR RI Siti Hediati Heriyadi tentang reformasi
yang tidak membuat Indonesia lebih baik disayangkan banyak kalangan.
Putri mantan Presiden Soeharto dinilai mengabaikan banyak fakta terkait
penguatan peran masyarakat sipil dalam proses pembangunan nasional.
“Kami
menyayangkan pernyataan anggota DPR Siti Hediati Heriyadi atau Titiek
Soeharto yang seolah mengabaikan fakta jika ada perbedaan sangat besar
masa orde baru dengan masa reformasi,” ujar Ketua Bidang Kesejahteraan
Rakyat (Kesra) Rumah Gerakan (RG) 98 Wawan Purwandi dalam rilisnya di
Jakarta, kemarin.
Dia
menjelaskan sejak runtuhnya Orde Baru terjadi perubahan besar-besaran
(bing-bang) dalam tatanan ber-bangsa dan bernegara di Indonesia. Jika
sebelumnya semua aktivitas pembangunan serba bersifat sentralistik, maka
dengan adanya Reformasi proses pembangunan dilakukan dengan sistem
desentralisasi yang ditandai oleh pelibatan aktif masyarakat.
Sehingga
tumbuh berkembang praktik-praktik partisipasi, transparansi, dan
akuntabilitas di tiap level legislatif, eksekutif, dan yudikatif.
“Penguatan peran masyarakat sipil terjadi di era Reformasi. Masyarakat
tidak hanya menjadi objek pembangunan seperti di masa orde baru, tetapi
mereka juga bisa berperan aktif sebagi subjek pembangunan," katanya.
Penguatan
peran masyarakat itu, lanjut Wawan dapat dilihat dari berbagai bidang
desentralisasi politik, ekonomi dan administratif. Dia mencontohkan di
bidang politik, pelaksanaan pemilihan presiden dan pemilihan kepala
daerah merupakan buah dari reformasi. Jika di masa orde baru tentu hal
tersebut tidak dimungkinkan, karena kuatnya intervensi penguasa dalam
menentukan pemimpin-pemimpin pemerintahan. Pun juga di bidang ekonomi
terjadi perubahan sangat besar di mana dengan sistem desentralisasi
fiskal memungkinkan transfer anggaran dari pusat ke daerah jauh lebih
besar dibandingkan saat Orde Baru.
“Di
masa reformasi ini pun pengakuan terhadap peran masyarakat dilakukan
dari level provinsi, kabupaten hingga di level desa dengan
diundangkannya Undang-Undang (UU) Nomor 23/2014 tentang Pemerintah
Daerah dan UU Nomor 6/2014 tentang Desa. Kedua UU tersebut menjamin
pasokan pendanaan pembangunan daerah dan desa dengan adanya Dana
Transfer dan Dana Desa yang ditransfer langsung ke kabupaten dan
desa-desa. Dana tersebut dialokasikan untuk membiayai kebutuhan dasar
dan pelayanan publik. Perlahan namun pasti yang pada akhirnya dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa," katanya.
Jika
saat ini, kata Wawan masih dijumpai berbagai ketimpangan sosial hal itu
tak lebih sebagai sisa dampak pola pembangunan yang dilakukan di masa
orde baru. Dia menilai saat orde baru pembangunan hanya difokuskan di
Pulau Jawa. Dengan berbagai regulasi pembangunan juga disetting untuk
menguntungkan kelompok-kelompok tertentu. Dengan kondisi tersebut, maka
wajar jika saat ini ketimpangan pembangunan masih terasa.
“Sejak
reformasi hal itu pelahan diubah, tentu tidak bisa dengan sim salabim
semua bisa berubah dengan waktu cepat. Namun kami melihat sudah ada
perubahan mendasar jika dibandingkan masa orde baru. Pemerintah
Jokowi-JK pun saat ini lagi giat-giatnya mengeser pola pembangunan Jawa
Sentris ke Indonesia Sentris dengan berbagai proyek infrastrukturnya dan
pembangunan manusia-nya tentu fakta ini sangat berbeda dibandingkan
masa orba,” pungkasnya.
Untuk
diketahui pernyataan Titiek Soeharto jika kondisi masa orde baru lebih
baik daripada masa reformasi disampaikan saat dzikir bersama di Masjid
At-Tien, Pondok Gede, Jakarta Timur. Kegiatan tersebut digelar oleh
Keluarga Besa Soeharto untuk memperingati 51 Tahun Surat Perintah 11
Maret (Supersemar).
Jakarta, 13 Maret 2017
Ketua Bidang Kesejahteraan Rakyat
Wawan Purwandi
Ketua Bidang Kesejahteraan Rakyat
Wawan Purwandi
HP: 081210698678
Labels:
Kembalinya Orde Baru
Thanks for reading Sayangkan Pernyataan Titiek Soeharto. Please share...!