Jakarta (WWT) - INVESTASI CHINA & SENTIMEN ANTI CHINA YG DIGORENG PEJABAT & ELITE POLITIK YG NGGAK KECIPRATAN MEGA PROYEK DI ERA JOKOWI
Dalam pertemuan G20, pertemuan antara pejabat tinggi Indonesia dan China berhasil membuat kesepakatan menyeluruh tentang program investasi China di Indonesia khususnya proyek OBOR.
Ada tiga hal yang disepakati.
Pertama, skema pembiayaan tidak melibatkan goverment guarantee. Artinya tidak ada resiko fiskal terhadap APBN.
Kedua, pemerintah China akan memberikan insentif kepada dunia usahanya dalam bentuk bunga murah untuk berinvestasi di Indonesia.
Ketiga, China akan melibatkan BUMN nya untuk program B2B dengan BUMN Indonesia.
Mengapa China setuju ? Karena selama era Jokowi sistem B2B itu sudah dipelajari dan dicoba China untuk beberapa proyek, ternyata aman dan menguntungkan. Bahkan dijadikan model bagi China untuk mengatasi bisnis OBOR yang macet seperti di Bangladesh dan Afrika.
Setelah itu investasi China khususnya proyek OBOR akan dikebut di Indonesia. Namun oleh sebagian elite politik dan pengusaha disikapi sinis. Mengapa ? Karena kalau skema B2B diterapkan, ya tidak ada uang APBN. Ini murni swasta. Praktis kegiatan Investasi tidak banyak melibatkan pimpro dan anggaran yang menjadi otoritas pemerintah. Apalagi proyek China tidak ada melibatkan jaminan pemerintah. “ Kalau hanya kerja tanpa kita kebagian uang, ngapain”. Nah yang tidak suka Investasi China di Indonesia ini adalah para ASN, elite politik dan Pemda.
Berbeda dengan investasi dari Jepang, Eropa, AS dimana ada jaminan dari pemerintah. Sehingga melibatkan pembahasan di DPR dan penanganan dari birokrasi. Disitu uang mengalir kekiri dan kekanan, keatas dan kebawah.
Apa perbedaannya dengan era sebelum Jokowi ?
Mari saya ceritakan perbedaan investasi China dulu sebelum era Jokowi ada dua skema, yaitu :
Pertama, Dulu swasta nasional bisa bertindak sebagai rente. Anda cukup keluarkan biaya untuk dapatkan proyek dengan mengandalkan kedekatan dengan elite politik dan pejabat terkait. Setelah semua izin terpenuhi, anda bisa lepas saham kepada investor China. Tentu anda akan dapat Good Will fee untuk menutupi biaya loby dan plus saham Good Will tanpa setor modal. Umumnya Good Will fee itu sebesar 5% dari nilai Proyek. Kalau proyek Rp 1 triliun maka fee untuk anda sebesar Rp 50 Millar. Itu belum termasuk saham Good Will sebesar 10% tanpa setor.
Kedua, Dulu China memberikan bantuan dana ke Indonesia melalui skema inkind loan. Yang menentukan proyek adalah pemerintah. Kontraktor dan barang dari China. Artinya China kasih proyek jadi bukan uang dan setelah proyek jadi, maka itu dicatat sebagai pinjaman pemerintah. Apa yang terjadi? Terjadi konspirasi antar prinsipal yang ditunjuk pemerintah China dengan pimpro proyek di Indonesia. Pimpro memilih barang KW rendah agar ada kelebihan dana Proyek yang bisa dibagi. Itu terjadi dengan pengadaan pembangkit listrik, pesawat terbang dll.
Tapi sekarang era Jokowi engga bisa lagi. Pengusaha Rente yang modal loby udah engga bisa. Mengapa? Saham tidak bisa dilepas sebelum financial closing dan proyek selesai dibangun. Nah mana ada investor mau keluar uang kalau engga ada saham yang mereka kuasai terlebih dahulu. Jadi engga mungkin lagi ada pengusaha rente yang bagi bagi uang ke pejabat. Kemudian, pemerintah Jokowi menutup skema inkind loan. Kita sudah menerapkan eprocurement dan pengawasan KPK sejak tender dilakukan. Jadi engga ada lagi peluang pejabat mau bancakan anggaran proyek lewat mark up.
Gaung ketidak sukaan para pejabat level madya, elite politik itu menjadi amunisi bagi oposisi untuk menyerang Jokowi dan para pejuang Khilafah mendapatkan momentum untuk mengaitkan kedatangan investasi China sebagai ancaman komunis anti Tuhan, dan ini otomatis mengancam Umat Islam. Padahal skema investasi China era Jokowi dasarnya bukan penjajahan, tetapi kerjasama tanpa hutang apapun. Berbeda dengan investasi dari negara lain dengan skema hutang, dimana pemerintah harus mengeluarkan goverment Bond sebagai collateral.
Sentimen anti China akan tetap berlangsung di periode kedua Jokowi ini. Tinggal bagaimana Jokowi menjamin kepastian hukum agar investor nyaman. Karena sebetulnya anti China ini bukan suara rakyat banyak, tapi suara kelas menengah yang engga kebagian cipratan dari mega proyek. Rakyat hanya ikutan nyinyir seperti ayam bekotet tidak tahu dimana kepalanya. (EJB)
INVESTASI CHINA DI NEGARA LAIN
Selama ini oleh ormas Islam anti pemerintah menjadikan Turki & Arab sebagai rujukan politisasi Islam, dengan kebencian terhadap China. Namun faktanya dg berjalannya waktu, negara itu menyadari bahwa musuh mereka bukan China, tetapi kerakusan tranational corporation dengan motive hegemoni sumber daya melalui jebakan utang yang korup. China sebagai kekuatan ekonomi nomor dua dunia, menawarkan kerjasama tanpa ada tujuan politik hegemoni tapi kerjasama saling menguntungkan dengan tetap menghormati hukum dari negara masing masing. Saya tidak tahu, negara mana lagi jadi rujukan ormas Islam untuk memperkuat narasi sentimen anti China.
Sumber : Sate Jawa
Foto : Istimewa
Labels:
Politics
Thanks for reading Mengapa Politisi Eks Orba yang dulu jadi Kaki Tangan Cina, Kini Anti Cina. Please share...!