Jakarta (
Warta WA Terkini - No Gossip) - Pertanyaan di atas dipertanyakan banyak teman-teman saya.
Jawaban saya, dari sisi EKONOMI BISNIS, kita justru harus memperbanyak membuka pasar online, karena ini tuntutan zaman. Jadi, mau ada TT atau tidak, tidak penting.... Yang penting Pemerintah harus membangun lebih banyak Marketplace.
Dari sisi EKONOMI POLITIK, kita dapat melihatnya dari sisi Imperialisme Moderen, hal ini sangatlah penting, karena saat ini senjata perang yang efektif adalah, Perang Ekonomi Politik, dan Kebudayaan.
Sementara Pemerintah kita sedang galak-galaknya membenahi Hukum Kita, TT justru merusaknya.
Pemerintah sekarang tidak ingin Hukum Tajam ke Bawah Tumpul ke Atas
TT menekan Affiliate Kecil atau Rakyat Kecil (Menawarkan Sosialisasi untuk men-degenerasi Bangsa ini). Mengembalikan Budaya ABS (Asal Bapak Senang), dengan cara menerapkan Banned Permanen yang tidak dijelaskan secara detil.
Sehingga para Affiliate digiring untuk patuh saja, tanpa bisa punya hak membela diri.
Memang ada Hak Jawab buat yang kena pelanggaran, tapi kesempatan untuk benar hanyalah kecil sekali.
Kalau mau Hak Jawabnya diloloskan Affiliate harus masuk atau menjadi member Agensi dibawah Kekuasaan TT, ujung-ujungnya Agensi bekerja sebagai kaki-tangan Kekuasaan TT.
Dan budaya UMKM yang ingin dijadikan sebagai Ujung Tombak Ekonomi Rakyat, justru dijadikan oleh TT sebagai pengusaha kelas 2, yang nantinya Diversifikasi Produk UMKM bisa disetir oleh TT, sementara Produk-produk yang laku di Pasar dikuasai oleh produk-produk dari Cina dan Singapura.
Hal ini terjadi karena aturan TT, yang membuat Affiliate gamang untuk melakukan terobosan. Dengan strategi Banned Permanen tanpa penjelasan detail. Jawaban TT singkat *Melanggar Aturan Komunitas*.
Pertanyaannya? Komunitas yang mana?
Oh iya sebelum membahas strategi imperialisme moderen ini, kita perlu sedikit tahu... TT adalah milik Singapura melalui kepemilikan saham dari BUMN Singapura yang namanya memakai nama dari kerajaan kecil Nusantara *T*mas*k*
Contoh Viral
Belakangan ini banyak kasus pada Produsen Skincare Besar (Seller Besar) yang ketahuan menyalahi BPOM.
Yang dibongkar oleh akun Doktif (Dokter Detektif)
Dalam hal ini TT tidak membantu Pemerintah, bahkan membiarkan Produsen tersebut terus berjualan di TT, Menipu di atas Platform Marketplace TT tersebut.
Tapi kalau Affiliate Kecil atau Rakyat Jelata yang melakukan kesalahan kecil saja, bisa langsung di Banned Permanen.
Dari sisi Ekonomi Politik, maka jelas TT ingin menguasai konglomerat jahat Indonesia, yang nantinya dapat diajak kolaborasi untuk menjajah Bangsanya Sendiri.
Tidak sampai disitu, kini TT menggunakan jurus baru, dengan memperbolehkan Seller merubah-ubah persentase yang diberikan ke Affiliate,
Intinya TT membuat Seller vs Affiliate yang sama-sama WNI agar terjadi perpecahan, atau TT sedang melakukan Devide et Impera.
Mengingat pengguna TT di Indonesia yang mencapai 157,6 juta orang (2024), sementara penduduk Indonesia yang 277,5 juta (2023), yang berarti 50% lebih penduduk Indonesia ada di TT.
Yang terbaru adalah adanya Fake Order besar-besaran yang dilakukan oleh Seler-seler besar.
Yang diungkap oleh akun kemyorindra1
Dengan dibolehkannya Seller melakukan Fake Order, kini tidak saja, Seller vs Affiliate, tapi Affiliate vs Konsumen, maka yang hancur namanya adalah para Affiliator kecil dan besar.
Affiliator yang sesungguhnya sebagai Sales dari Produsen, nampaknya akan dihilangkan oleh TT.
Setelah Affiliator dihilangkan oleh TT, sementara Diversifikasi Produk UMKM yang sudah dikebiri oleh TT.
Saatnya TT memberi keleluasaan pada Produsen Cina untuk menjual langsung ke Konsumen.
Saat inilah imperialisme Singapura dan Cina menguasai pasar dan produk di Indonesia. TT adalah VOC model baru.
Ini merupakan ATHG bagi Bangsa kita, bukan tidak mungkin, ini sebagai pintu masuk negara tetangga kita, untuk memporak porandakan tatanan Perekonomian kita dari jalur Pola Bisnis dan Budaya Bangsa.
Janganlah terjadi lagi Devide et Impera di NKRI, seperti saat Belanda menggunakan VOC, sementara mereka menggunakan TT.
Jadi jelasnya ini adalah proses pen-degenerasi-an Bangsa Kita, atau pengkerdilan Bangsa Kita melalui jalur Ekonomi Politik. Sehingga UMKM yang butuh wadah seperti TT, harus patuh mengikuti Budaya Penjajahan Mereka.
Lebih jahatnya lagi, jika Affiliate TT di Banned Permanen, hasil jerih payah Affiliate tersebut tidak dibayarkan, tidak seperti Adsense dari Google, yang memberikan semua hasil jerih payah Youtuber, jika di Banned Permanen.
Dari proses ini, persis seperti penjajahan Belanda dulu, menghilangkan Hak Ekonomi Rakyat melalui tangan VOC.
Tapi kali ini TT lebih sadis, karena UMKM sudah dibelenggu, sementara Rakyat tidak punya hak untuk memilih barang produk dalam negeri, yang kemungkinan nanti TT mengeluarkan aturan standart komunitasnya, yang tidak memperbolehkan produk yang tidak sesuai standar komunitas mereka, alih-alih SNI pun dikangkangi.
Ada Kumpulan teman-teman Affiliate yang terkena Banned Permanen, dan menghitung jumlah uang hasil Banned Permanen secara massal. Ternyata jumlah uang rampokan itu, ternyata berjumlah fantastis Miliaran Rupiah.
Perampokan hasil jerih payah Affiliate TT ini, bisa jadi memang kebijakan Monopoli TT yang tentunya melanggar Hukum Negara Kita.
Kalau dari sisi Monopoli, dan Pen-degenerasi-an Bangsa ini, nampaknya TT memang perlu ditutup, karena kalau tidak, kita kembali pada budaya Orba yang ABS, dan para pelaku UMKM kehilangan nyawa bisnisnya.
Ini ancaman serius, karena Pen-degenerasi-an ini membawa pengusaha kecil kita tidak percaya diri untuk bersaing ke luar negeri, sementara di dalam negeri sendiri, dirinya gamang.
Tampaknya pasar kita akan dan pasti mereka kuasai.
Ini merupakan bentuk penjajahan modern, dan ancaman serius bagi NKRI. (SSM)
Semoga Admin Gerindra membacanya!!!
wartawaterkini - Warta WA Terkini - No Gossip
IG : @wartawaterkini
Sumber : Sate Jawa - but no Gossip
Photo : Istimewa